Subscribe Us

Dari Kandang jadi Cuan, Mahasiswa UMM-Warga Bagkelo Lor Ubah Limbah Jadi Pupuk Briket


 GRESIK – Harus diacungi jempol program kerja (proker) tim Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang terdiri dari lima orang mahasiswa atas nama M Firdaus Reza Sasongko (koordinator), Mochammad Firgi Mubarok, Sisca Amelia Wydia Putri, Rahadika Rizki Pratama, dan Slamet Erwin Trihandoyo. Mereka dalam melaksanakan proker di bawah arahan  Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) Luqman Dzul Hilmi, SE, MBA.

Menurut M Firdaus Reza Sasongko disapa Firdaus,  proker PMM UMM ini dilaksanakan di Desa Bengkelo Lor, Kecamatan Benjeng, Kabupaten Gresik. Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) ini adalah untuk mengaplikasikan Hilirisasi hasil penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Salah satu bentuk hilirisasi tersebut adalah pelaksanaan proker mengubah limbah kambing menjadi pupuk organik.

Bahkan, tandas Firdaus, pupuk organic ini tergolong inovasi karena mengubah kotoran kambing menjadi pupuk briket bernilai jual. Inisiatif ini tidak hanya menyentuh aspek teknis, tetapi juga menawarkan harapan baru bagi warga Desa Bengkelo Lor memiliki produk unggulan desa yang berdaya saing.

Inovasi pupuk briket muncul dari kondisi lapangan bahwa Desa Bengkelo Lor memiliki potensi peternakan kambing, namun limbah kotorannya belum dikelola secara optimal. Mahasiswa PMM UMM memperkenalkan konsep pupuk briket sebagai produk bernilai ekonomis sekaligus ramah lingkungan. Dengan teknik sederhana yang dapat dipraktikkan langsung oleh masyarakat, kotoran kambing diubah menjadi pupuk padat yang praktis, tidak berbau, dan siap dipasarkan.

Kegiatan pelatihan melibatkan sekitar 20 peserta dari unsur Karang Taruna, ibu-ibu PKK, hingga perwakilan peternak lokal. Mahasiswa memperagakan tahapan pembuatan pupuk mulai dari pengeringan bahan baku, fermentasi menggunakan cairan EM4 dan molase selama 14 hari, hingga pencampuran dengan tepung tapioka yang berfungsi sebagai perekat alami.

Setelah dicetak dan dijemur hingga kering sempurna, pupuk briket siap dikemas. Hasil akhirnya adalah produk yang tidak berbau, lebih mudah diaplikasikan, dan memiliki daya simpan yang lebih lama dibanding pupuk organik curah.

Usai praktik, kata Firdaus, mahasiswa PMM membagikan modul panduan tertulis berisi langkah-langkah pembuatan hingga contoh desain kemasan, merek, dan logo. Harapannya dapat menjadi pegangan bagi masyarakat untuk mengembangkan pupuk briket sebagai usaha desa yang berkelanjutan.

Dengan adanya identitas produk yang jelas, pupuk briket Bengkelo Lor berpotensi dipasarkan lebih luas, termasuk menjadi oleh-oleh khas desa dalam berbagai kegiatan resmi.

Respons warga dalam kegiatan ini menunjukkan optimisme. Peserta mengajukan pertanyaan mengenai strategi pemasaran, biaya produksi, hingga peluang kerjasama jika pupuk briket dikembangkan dalam skala lebih besar. Bahkan warga yakin produk ini bisa menjadi peluang ekonomi baru, sekaligus solusi ramah lingkungan dalam mengatasi limbah peternakan.

Kegiatan semakin semarak dengan hadirnya kelompok PMM lain yang turut memperkenalkan produk berbasis lokal, seperti kotak tisu dari klobot jagung dan taplak meja hasil olahan warga. Kolaborasi ini menegaskan bahwa desa memiliki banyak potensi yang bisa digali dan dikembangkan menjadi produk bernilai jual tinggi, asalkan ada sentuhan inovasi dan pendampingan berkelanjutan.

Pada akhirnya, pupuk briket bukan sekadar produk baru yang lahir dari limbah, melainkan simbol dari perubahan pola pikir masyarakat desa dalam mengelola potensi lokal. Program PMM UMM di Bengkelo Lor membuktikan bahwa inovasi sederhana mampu menciptakan nilai tambah, membuka peluang ekonomi, dan mengangkat identitas desa. Jika dikelola secara konsisten, pupuk briket berpeluang besar menjadi ikon baru Bengkelo Lor sekaligus inspirasi bagi desa-desa lain di Indonesia.

Kepala Desa Bengkelo Lor, Purwanto, menilai langkah mahasiswa PMM UMM ini sangat relevan dengan arah pembangunan desa. Sebab selama ini belum memiliki produk khas desa. Kehadiran pupuk briket ini bisa menjadi solusi menarik, apalagi jika dikelola bersama Karang Taruna dan kelompok ibu-ibu PKK. (rilis: pmm umm/don)

Posting Komentar

0 Komentar